COMPARATIVE LITERATURE "SHERLOCK HOLMES"


GAYA PENULISAN DAN KONTRADIKSI PENOKOHAN DALAM  HOLMES, SANG DETEKTIF LEGENDARIS (DARI SUDUT PANDANG SIR ARTHUR CONAN DOYLE DENGAN TRACY MARK & MICHAEL CITRIN)
 Compared by Indri Indrayani

Sudah tidak dapat diragukan lagi kejeniusan seorang pengrang cerita fiksi terkenal berkebangsaan Inggris. Sir Arthur Ignatius Conan Doyle dalam menciptakan karakter detektif fiksi legendaris. Dia menciptakan karakter Sherlock Holmes yang dalam penyelidikannya menggunakan metode penelusuran deduktif, pengungkapan detail dan analisis saintifik.
“Sherlock Holmes adalah kisah fiksi detektif yang tak ada tandingannya.” – New York Times.
Pasangan suami istri, Tracy Mark dan Michael Citrin ternyata berusaha mengangkat sosok lain terkait penyelidikan Holmes selama ini. Merekalah Laskar Jalanan Baker Street yang merupakan mata dan telinga Holmes dalam memecahkan kasus rumit.
Seperti halnya fungsi dari tokoh dalam cerita fiksi adalah membentuk satu kesatuan cerita dengan berbagi peristiwa yang dialaminya, masing-masing penulis menggambarkan karakter dengan berbeda dalam menyempurnakan tulisannya.
Terdapat kontradiksi antara novel karangan Mark & Citrin dengan novel karangan Doyle yang jauh sebelumnya sudah ada. Diantaranya, tokoh yang dimunculkan oleh Mark & Citrin ini menyudutkan tokoh penting dalam petualang Holmes, yakni Dr. Watson mitra sekaligus sahabat baik Holmes.
Mengapa Laskar Jalanan Baker Street baru muncul ke permukaan? Apakah selama ini Watson dengan sengaja tidak begitu menyingkap peran mereka dalam tulisannya?
Gaya penulisan yang ditampilkan masing-masing penulis pun berbeda. Oleh karena itu, sasaran dari target pembaca pun dipertanyakan. Sudut pandang penulis memberikan arti tersendiri bagi tulisannya. Mack&Citrin yang mengedepankan unsur anak-anak berbeda dengan Conan yang mengedepankan unsur misteri dan jangkauan orang dewasa.


Analisa penokohan menggunakan “aktan”


                                                           





                                                                                             



        












Sosok Sherlock Holmes dalam goresan pena Sir Arthur Conan Doyle dan Tracy Mack&Michael Citrin

         Jika ada kasus rumit yang sulit dipecahkan, segeralah pergi ke alamat Baker Street 221B. Disanalah tempat bermukimnya detektif ternama London, Sherlock Holmes. Kita bisa meminta pertolongan dan berkonsultasi dengannya. Kemampuannya tidak diragukan lagi, bahkan dia sering diminta melakukan penyelidikan oleh kepolisian London untuk kasus-kasus besar.
         Begitu kuatnya karakter Sherlock Holmes seolah-olah dia memang nyata. Hingga dibangunlah The Sherlock Holmes Museum di tempat yang sama, Baker Street 221B, salah satu penjuru kota London. Selain itu dibangun pula patung Sherlock Holmes di Edinburg, Skotlandia tempat kelahiran Conan,
         Sherlock Holmes menggunakan metode penelusuran deduktif, pengungkapan detail dan analisis saintifik dalam penyelidikannya. Kemampuannya dalam bidang kimia organik pun dapat diacungi jempol. Menciptakan karakter yang jenius sungguh tidak mudah. Dibalik dari karakter itu tentunya ada karakter yang jenius pula.
         Merujuk pada biografi sang penulis, Sir Arthur Conan yang merupakan seorang dokter adalah hal yang memang menjadi faktor pendukung dalam penciptaan karakter yang jenius itu. Tentu saja dipadukan dengan imajinasi Conan yang tidak kalah hebatnya sehingga membentuk kesatuan yang utuh. Tapi Mack&Citrin adalah orang yang berani menghidupkan kembali karakter Sherlock Holmes sekaligus mengobati rasa rindu para sherlockian (sebutan untuk fans Sherlock Holmes).
         Mack&Citrin berusaha agar membuat karakter Holmes benar-benar nyata. Terlampir pada halaman 23-26 bahwa terdapat sesi wawancara mereka dengan sang detektif legendaris.
         Dalam novelnya Sherlock Holmes dan Laskar Jalanan Baker Street, karakter Sherlock Holmes tidak mendominasi. Justru karakter Laskar Jalanan Baker Street lah yang mendominasi. Sebagai tokoh yang baru dipublikasikan lebih. Mack&Citrin perlu mengahabiskan cukup banyak ruang dalam novelnya untuk memperkenalkan tokoh-tokohnya tadi.
         Karisma Sherlock Holmes masih tetap terjaga. Holmes tetap menjadi orang yang disegani, termasuk oleh anak-anak dari Laskar Jalanan Baker Street. Tetapi dalam tulisan Mack&Citrin tidak begitu banyak menjelaskan detail penyelidikan Holmes yang luar biasa hebatnya. Salah satu karakter dari Laskar Jalanan Baker Street ternyata dapat mengimbangi kemampuan Holmes, bahkan melebihi Prof.Moriarty yang dalam tulisan Conan selalu ditegaskan bahwa dialah napoleon kejahatan. Dialah saingan terberat Holmes.
         Hal ini dipaparkan ketika Ozzie menemukan rahasia sesungguhnya yang terdapat dalam The Chronicle pada saat Ozzie membuat duplikatnya yang ternyata rahasia itu telah terlewatkan oleh Prof.Moriarty. Prof. Moriarty ternyata bisa lebih lengah dari seorang bocah bernama Ozzie.
“The Chronicle tidak seperti yang terlihat, dan Moriarty tidak tahu apa yang sebenarnya dia miliki.” Akan muncul sebuah pertanyaan, apakah bisa penjahat sekelas Moriarty bisa melewatkan hal seperti itu?

Dr.Watson vs Laskar Jalanan Baker Street

         Sherlock Holmes, detektif swasta yang jenius ini mempunyai rekan baik, yakni Dr.Watson. Watson adalah sahabat karibnya sekaligus orang yang senantiasa membantu penyelidikan Holmes dan menuliskan serta membukukan kisah-kisah Holmes dalam memecahkan kasus-kasusnya.
            Pada tahun 1878 aku mendapatkan gelar dokter umum dari Universitas London, dan melanjutkan ke Netley untuk mengikuti pendidikan ahli bedah khusus Angkatan Darat. Setelah menyelesaikan pendidikanku, aku dimasukkan dalam resimen Northumberland Fusiliers Kelima... (Penelusuran Benang Merah, Gramedia, 2002).
         Sejalan dengan cerita bahwa Watson yang merupakan biographer Sherlock Holmes, maka Conan menjadikan Dr.Watson sebagai the first person narrator. Dari sekian banyak cerita yang dikarang oleh Conan, kebanyakan ditulis dari sudut pandang Watson, hanya beberapa saja yang ditulis dari sudut pandang Holmes dan sudut pandang orang ketiga.
         Begitu intimnya hubungan Homes dan Watson, hingga setiap ada kasus Holmes selalu memberi tahu dan mengajak Watson dalam penyelidikannya. Surat terakhir yang ditulis Holmes dalam adegan pertarungan Holmes dengan Prof. Moriarty di air terjun pada kisah penutup dalam serial Memoar Sherlock Holmes menunjukkan pula keintiman itu. Pada bagian akhir dia menyebutkan bahwa “kau adalah satu-satunya sobatku yang sejati.”
         Dalam novel Sherlock Holmes dan Laskar Jalanan Baker Street karya Tracy Mack & Michael Citrin justru cenderung memojokkan posisi Dr.Watson. Kedua penulis ini memunculkan sosok lain yang dianggap selalu membantu penyelidikan Holmes. Karakter yang cukup vital, dianggap sebagai mata dan telinga Holmes. Merekalah Laskar Jalanan Baker Street, yang terdiri dari anak-anak jalanan bernama Osgood “Ozzie” Manning, Wiggins, Rohan, Alfie (Elf), Elliot (Stitch), Alistair, Barnaby, Fletcher, Simpson, James, Pete, Shem.
         Dijelaskan bahwa selama ini Watson iri pada laskar jalanan Baker Street sehingga Watson dengan sengaja tidak memunculkan karakter mereka yang sebenarnya cukup heroik.
“Selain itu, dia sedikit iri karena Master membutuhkan kita. Sejauh yang ku ketahui, Master bahkan tidak mengajak Watson memecahkan kasus-kasus besar karena dia tidak dapat menyimpan rahasia,” Ozzie beralasan. (Sherlock Holmes dan Laskar Jalanan Baker Street, qanita, 2008).
         Tidak seperti biasanya, karakter Watson dalam novel karya Mack&Citrin ini tidak begitu ditonjolkan. Penulis menggunakan sudut pandang orang ketiga sehingga peran Watson sebagai the first person narrator berubah. Watson hanya berdialog sesekali saja dan itu pun tidak panjang. Saya merasa bahwa penulis hanya berpikir bahwa cukup memberikan dialog pendek untuk Watson sekedar menunjukkan bahwa Watson masih hidup. Hanya itu saja ruang untuk Watson.
         Dalam cerita, Watson pun banyak sekali mengajukan pertanyaan kepada Holmes karena banyak sekali petunjuk yang tidak ia mengerti untuk ia jadikan suatu kesimpulan. Ozzie malah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan Watson itu dan merangkainya menjadi suatu kesimpulan di bagian akhir. Telah dijelaskan pula di awal, bahkan Prof.Moriarty pun sempat kecolongan akan suatu rahasia penting yang tidak ia temukan dan malah ditemukan oleh Ozzie. Holmes mengakui akan kejeniusan bocah ini.
         Penulis berusaha untuk menonjolkan karakter laskar jalanan Baker Street dibanding Watson. Tapi hal yang disayangkan, penulis tidak menonjolkan semua anggota laskar jalanan Baker Street. Penulis hanya menonjolkan beberapa diantara mereka, yakni Ozzie, Wiggins, Rohan, Alfie, Elliot. Pembaca akan melupakan karakter-karakter lain sampai pembaca membuka halaman 277, bagian akhir cerita yang menuliskan daftar karakter. Barulah pembaca ingat kembali keseluruhan anggota laskar jalanan Baker Street yang pada awal cerita disebutkan dengan lengkap.


Novel Sir Arthur Conan Doyle yang “shoot on the target” vs Novel Tracy Mack & Michael Citrin dengan pernak-pernik didalamnya.

         Sir Arthur Conan Doyle adalah penulis jenius yang menyulap tokoh fiktif  Sherlock Holmes seolah-olah nyata. Tanpa basa-sasi, Conan langsung menulis pada inti cerita. Mau tidak mau, pembaca akan berkonsentrasi dan berpikir keras untuk mencoba menebak siapa dalang dari kasus-kasus yang dihadirkan dalam tulisannya.
            Pembaca harus menempatkan diri seolah-olah sebagai detektif layaknya Sherlock Holmes yang menggunakan metode penelusuran deduktif, pengungkapan detail dan analisis saintifik untuk menelusuri jalan pikiran Conan sehingga kita mendapatkan peran sebagai Holmes yang mencoba menerka jawaban yang sebelumnya ditampilkan samar oleh Conan dalam suatu rangkaian cerita.
            Conan menjadi idola bagi penulis-penulis lain, termasuk Gosho Aoyama, penulis komik bergenre detektif Meitantei Conan (Detective Conan). Gosho Aoyama menyelipkan unsur-unsur Sherlock Holmes dalam karyanya, seperti nama tokoh utama (conan), novel Sherlock Homes yang selalu dibaca tokoh utama, dan lain-lain. Conan pun dijadikan idola oleh Mack & Citrin yang pada akhirnya mencoba untuk menulis novel Sherlock Holmes dengan gayanya sendiri.
         Dalam novel Sherlock Holmes dan Laskar Jalanan Baker Street karya Tracy Mack & Michael Citrin, terdapat tambahan lain selain cerita utama. Dimulai dengan sisipan halaman pujian untuk novel tersebut yang diantaranya pujian dari kirkus review – “Secara menakjubkan Mack and Citrin menampilkan sebuah kasus besar London yang tak terangkat ke publik dari sudut pandang geng-tunawisma-jalanan.” Selain itu pengenalan sang penulis, prolog, wawancara dengan Sherlock Holmes.
         Di bagian cerita utama diselingi gambar dan diselipkan foto-foto. Sedangkan dibagian akhir terdapat halaman tambahan mengenai beberapa fakta dan hal praktis bagi seorang detektif pemula, diantaranya daftar karakter, slang berima ala cockney dan glosarium bahasa slang (yang lebih baik dibaca pada versi asli yang berbahasa Inggris), ilmu menarik kesimpulan yang dikutip dari cerita pendek berjudul “The adventure of the Blue Carbuncle,” yang diterbitkan dalam buku The adventures of Sherlock Holmes karya Sir Arthur Conan Doyle, seni penyamaran dan misteri lain di dalam buku ini, yakni tulisan yang dirangkai dari susuna huruf yang berukuran lebih besar dan tebal yang diselipkan di beberapa sub judul  per huruf kemudian pembaca akan mengetahui tulisan itu di bagian akhir, yaitu “PROFESSOR MORIARTY WILL RETURN.”
         Jika ditilik dari bobot misteri dan nilai “kedetektifannya” cerita yang dikemas cukup sederhana, tidak serumit cerita yang ditawarkan oleh Conan karena tidak banyak mendeskripsikan analisa Holmes yang luar biasa.
         Tapi jika ditilik dari sudut pandang anak-anak, apakah layak bacaan anak-anak menyuguhkan peristiwa pembunuhan? Memang jika terlepas dari kasusnya, Mack&Citrin menggambarkan sisi lain kota London yang berbeda, yakni keadaan anak-anak jalanan yang ternyata mempunyai peran yang cukup penting dalam kasus pencurian The Stuart Chronicle, harta yang sangat berharga bagi kerajaan Inggris.
***
“Orang berkemampuan rata-rata tidak tahu apa-apa yang lebih tinggi daripada dirinya. Tapi, orang berbakat selalu bisa menyadari suatu kejeniusan.” Sherlock Holmes

Comments

Popular posts from this blog

Analysis of The Poem “I Never Saw a Moor” by Emily Dickinson Based on Its Intrinsic Value

Kunang-Kunang

Recomended Film "Dead Poets Society"