Dear Little Alex



Pernahkah kau merasa ada “sesuatu” yang belum terselesaikan di masa lalu? Yang samar dan terbalut. Kau tak tahu pasti apakah itu. Sesuatu yang dari dulu melekat, bertumbuh dan menyatu denganmu.
Kegetiran yang kau rasakan tapi entah sejak kapan. Kesedihan yang datang tapi tak tahu apa penyebabnya. Derai air matapun kebingungan mencari penampungnya.
Terasa hampa sekali hingga udara yang kau hirup tak bisa kau nikmati. Dada yang sesak dijejali beribu tanya. Apa? Mengapa? Kapan? Entahlah..
Lalu kau putar kembali rekaman waktu. Kau salami pikiran terdalam. Mengobrak-abrik semua memori yang membentukmu hingga hari ini.
Ternyata memang ada yang belum selesai. Ada yang tersisa dan kau tinggalkan. Ia adalah luka. Luka di masa lalu. Saat itu mereka datang menghampirimu setelah menaklukan senyum kebahagiaan. Mereka adalah luka yang membuatmu jatuh tersungkur, menyeretmu ke tepian pantai keputus-asaan dan menenggelamkanmu ke kedalaman lautan kepedihan.
Mereka adalah luka di masa lalu. Yang bahkan kedatangannya pun tak pernah kau undang. Luka masa kecilmu yang teryata ikut bersatu dan tumbuh bersama dirimu.
Goresan yang sangat dalam. Suatu kekecewaan, kebohongan, kekerasan, pelecehan, dikucilkan, dicampakkan, semuanya bisa menjelma luka. Luka yang kini menganga dan tak kasat mata. Luka yang ikut tumbuh bersama dirimu. Kemudian kian menganga ketika berpapasan dengan luka baru lainnya.
Lagi, mungkin kau dibohongi atau diremehkan. Atau disakiti dan patah hati. Semuanya menjadi satu. Semakin parah dan bernanah. Luka yang tumbuh sedari dulu, semakin kuat dan menyatu.
Hari demi hari semuanya terasa makin menyakitkan hingga mencapai batas ambang toleransimu sendiri.
Jika urat nadi terpotong, apakah luka itu akan sembuh? Akankah terhenti semua penderitaan?
Taukah kau, setiap kutemui malam, begitu kelam..
Senyap..
Tak ada suara..
Bahkan tak seorangpun yang bertanya, “Apa kabarmu di sana?”
Apakah memang begitulah hidup?
Kulewati setiap malam dengan kegetiran. Juga air mata yang tumpah tanpa alasan lantas pergi menyisakan nelangsa.
Sampai akhirnya di satu pagi yang hangat, kuintip langit dari balik jendela.
Begitu biru..
Bagitu haru..
Begitu indah..
Begitu resah..
Ingin rasanya kunikmati langit itu tanpa menghela nafas panjang.
Kuselami diri.
Ya, ada yang belum terselesaikan.
Kepingan cerita di masa kecilku.
Kemudian aku duduk.
Kutatap potret masa kecilku itu.
Kuambil secarik kertas dan sebuah pena.
Kutulis surat untukku sendiri, Alex kecil yang sedang tersenyum dalam selembar foto yang kupegang.




Dear Alex kecil,


Terima kasih kau sudah bertahan hingga saat ini. Kau adalah orang yang benar-benar Tangguh. Maaf untuk
semua luka yang belum sempat diobati.
Ya, untuk semua luka..
Rasa kecewa, ditingalkan, dibohongi, putus asa, dan semua patah hati
Tanpa sadar aku telah mengabaikanmu dan membohongi diri jika semua baik-baik saja.
Kini akus menerimamu seutuhnya  bersama luka yang kau bawa.
Aku menyayangimu.
Aku memahamimu.
Mari kita lewati..
Kita sudahi sampai di sini..
Aku adalah kamu.
Mari kita tumbuh bersama tanpa rasa luka masa lalu.
Kita nikmati hari ini dan nanti.
Dunia ini begitu indah jika kita lewatkan begitu saja.
Perlahan mari kita sembuhkan semua luka

Bergandengan kita menjemput asa..

                                                                                                  Jakarta, 22 April 2020
                                                                                                                 Alex 


Comments

Popular posts from this blog

Analysis of The Poem “I Never Saw a Moor” by Emily Dickinson Based on Its Intrinsic Value

Kunang-Kunang

Recomended Film "Dead Poets Society"