Posts

Dear Little Alex

Pernahkah kau merasa ada “sesuatu” yang belum terselesaikan di masa lalu? Yang samar dan terbalut. Kau tak tahu pasti apakah itu. Sesuatu yang dari dulu melekat, bertumbuh dan menyatu denganmu. Kegetiran yang kau rasakan tapi entah sejak kapan. Kesedihan yang datang tapi tak tahu apa penyebabnya. Derai air matapun kebingungan mencari penampungnya. Terasa hampa sekali hingga udara yang kau hirup tak bisa kau nikmati. Dada yang sesak dijejali beribu tanya. Apa? Mengapa? Kapan? Entahlah.. Lalu kau putar kembali rekaman waktu. Kau salami pikiran terdalam. Mengobrak-abrik semua memori yang membentukmu hingga hari ini. Ternyata memang ada yang belum selesai. Ada yang tersisa dan kau tinggalkan. Ia adalah luka. Luka di masa lalu. Saat itu mereka datang menghampirimu setelah menaklukan senyum kebahagiaan. Mereka adalah luka yang membuatmu jatuh tersungkur, menyeretmu ke tepian pantai keputus-asaan dan menenggelamkanmu ke kedalaman lautan kepedihan. Mereka adalah luka di masa

THANK YOU FOR BEING ALIVE

Opini Lampu studio kembali dinyalakan. Penonton beranjak dari tempat duduk kemudian menuju pintu dengan tanda exit yang menyala merah di bagian atasnya. Mereka sibuk membicarakan film yang baru selesai diputar hingga lupa membawa sampah sisa makan dan minum selama pertunjukan tadi. Ya, film yang bagus memang. Joaquin Phoenix sukses membawakan karakter Joker. Selain simbol dari kaum minoritas yang butuh pengakuan, saya akan lebih menyoroti kondisi mental tokoh utamanya. Arthur Fleck, orang baik yang memang sudah “sakit” kemudian mendapat perlakuan tidak adil, mengalami kekerasan, diremehkan, dan akhirnya semakin “sakit”. Arthur diceritakan mengidap Pseudobulbar Affect (PBA), kondisi di mana ia tidak bisa mengontrol respon tertawanya sendiri. Bahkan ia akan tertawa di saat situasi yang seharusnya tidak dilakukan oleh orang “normal” lainnya. Masih ingat adegan Arthur menunjukan kartu berobatnya saat di bus? Ia menunjukannya pada penumpang yang terganggu dengan tawanya yan

Lenyap dalam Gelap

Image
Malam ini aku kembali merindu Rindu akan kepulanganmu Senyuman di depan pintu Sudah lama sekali rasanya aku tidak melihat senyum itu Yang datang tiba-tiba, memastikan aku baik-baik saja Ya, sudah beberapa bulan lamanya Kukira, seiiring berjalannya waktu ingatan akan senyuman itu akan semakin samar dan pudar Celakanya, senyuman itu semakin nyata Bersama angin malam, suara merdu berhembus sampai ke telinga “Aku akan bersamamu,” ucapnya. Kutatap parasnya dalam temaram Alunan musik menjelma menjadi sentuhan Hangat… Begitu hangat… Ingin sekali kuterjaga sepanjang malam Sekedar menikmati sebuah kehangatan Karena ketika kupejamkan mata di sepertiga malam, tanpa pamit ia akan pulang Walaupun pada akhirnya aku mengundang hadirnya setiap malam Lewat denyut nadi, aliran darah, detak jantung, tarikan nafas, berkali-kali kusebut namanya Berharap ia ada di balik pintu Berharap ia benar-benar memelukku dan tidak hilang di sepertiga malam Ah, kirany

Kunang-Kunang

Image
Berbahagialah pohon dan rerumputan yang dijatuhi hujan Setelah bertahan pada kekeringan yang berkepanjangan Kukira ini adalah sebuah pengampunan Tuhan Maka ampunilah aku yang akan merayakan kesedihan Hanya malam ini saja Beribu tanya menghampiri. Apa? Mengapa? Bagaimana? Berpikir keras kudibuatnya Lalu kujawab sendiri sekenanya Semuanya saling tabrak dalam ruang temaram Sukar sekali bagiku menemukan sepasang pertanyaan dan jawaban yang pas. Kukira iya, bisa juga tidak Ah, entah kenapa terlalu banyak tanya Terlalu banyak suara Kubiarkan jendela sedikit terbuka Semilir angin malam nan lembut menjelma menjadi kunang-kunang Hinggap di tanganku yang gemetar Kerlip cahayanya mengaburkan pandangan Semakin redup karena tampaknya ia kelelahan Kuperhatikan tanganku kian gemetar tak terkendali Sampai kunang-kunang itu terbang menghilang dan menyelinap diantara bintang-bintang Aku tak yakin apa yang dibawa kunang-kunang itu dariku Lantas aku sadar ada

Rambut

Jika menggunting rambut adalah bagian dari ekspresi patah hati seseorang, bisakah kau membayangkan seberapa pendek rambut seorang perempuan yang merasakan patah hati berulang kali? Kau tidak akan melihat rambutnya panjang terurai. Bahkan, mungkin tak ada helai yang dapat melewati bahunya yang selalu naik-turun akibat tarikan nafas panjang. Sekuat tenaga menutupi luka menganga dan hanya bisa mengusap dada. Ia kira kenangan yang membuat patah hati itu akan lenyap bersama helai rambut yang terbuang. Nyatanya kenangan itu mengakar dan akan selalu tumbuh dari waktu ke waktu. Tidak ada yang berubah. Kali ini, lagi.. ia memutuskan untuk menggunting rambutnya. Semakin pendek. Lagi.. ia kembali patah hati.

I'm Back!

Hello, universe! Suatu keajaiban bisa menulis lagi. Dan kenapa bisa menulis lagi? Lantas kenapa di blog? Beberapa waktu lalu seseorang ternyata menemukan blog usang ini dan mengingatku kembali. Dulu, aku menulis di sini hanya iseng dan sebatas arsip pribadi saja. It's been a loooong time. Sampai cari email mana yang didaftarkan dan reset password segala! Jumat, 19 Juli 2019 aku dirawat di rumah sakit di Gading Serpong, Tangerang Selatan. Aku dirujuk ke spesialis ahli saraf. Saat malam hening itu, aku terbaring seorang diri di ruangan. Aku termenung dan memikirkan banyak hal, termasuk orang yang membawaku pada kenangan blog ini. Kemudian aku berpikir.. Ketika aku hilang, apa yang akan dikenang? Apakah kebaikan? Belum tentu. Atau orang-orang akan melupakanku? Entahlah. Aku ingin dikenang. Aku ingin dikenang lewat tulisan. Kelak ketika ada orang yang membaca tulisanku, saat itulah momen yang akan menjadi tanda bahwa aku pernah ada. Ya, aku pernah ada.. Aku pernah berjuan

Literary Journalism: Ketika Kaki-kaki Mungil Menapaki Bumi

Image
  “Ikut! Ikut! Ikut!” Fauzan selalu menyebut kata yang sama berulang-ulang dengan semangat. Sesekali dia merangkul ibunya dengan penuh kehangatan. Entah apa yang dimaksudkan Fauzan. Hendak ikut ke mana? Hiking ? Justru Fauzan dan ibunya sedang hiking . Kak Mei, ibu Fauzan tetap tersenyum dan tak bosan menanggapi celoteh Fauzan itu. Mungkin itu merupakan bentuk penegasan Fauzan bahwa ia ingin selalu bersama ibunda tercinta. Tiap minggu Kak Mei selalu menemani Fauzan untuk hiking . Bukan karena hobi, melainkan terapi. Fauzan tidak sendiri. Di sana banyak teman lainnya yang menyandang kebutuhan khusus seperti Fauzan. Mereka tidak hanya berasal dari Bandung tapi dari luar kota seperti Jakarta dan Sukabumi. Fauzan dan teman-temannya tergabung dalam kelompok hiking yang diberi nama Little Footprint. Kaki-kaki mungil itu mencium bumi. Setiap pijakannya melekat sebuah harapan. Harapan yang sama, memperoleh keseimbangan fisik dan mental serta merasakan tumbuh kembang seperti anak pad

Recomended Film "Dead Poets Society"

Image
Dead Poets Society Friends, this film is recomended for you who loves poetry.   Dead Poets Society adalah film Amerika   produksi 1989  yang bercerita tentang seorang pengajar bahasa Inggris  di sebuah sekolah khusus laki-laki pada 1950-an  yang memberi inspirasi muridnya untuk selalu membuat perubahan dalam hidup mereka dan mengajak mereka tertarik puisi. Film berlatar di Akademi Welton di Vermont,  syuting asli bertempat di St. Andrew's School di Delaware.  Sebuah buku, yang diadaptasi dari skenario film ini, juga diterbitkan dalam judul yang sama (sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia) ditulis oleh Nancy H. Kleinbaum. Tujuh anak lelaki, Neil Perry (Robert Sean Leonard),  Todd Anderson (Ethan Hawke) , Knox Overstreet (Josh Charles) , Charlie Dalton (Gale Hansen) , Richard Cameron (Dylan Kussman) , Steven Meeks (Allelon Ruggiero) dan Gerard Pitts (James Waterston) baru saja masuk Akademi Welton. Sekolah ini adalah sekolah berasrama yang menganut prinsip: Tradi